BUYA HAMKA TENTANG MENUHANKAN MANUSIA

MENUHANKAN MANUSIA

Telah mereka ambil guru-guru mereka dan pendeta-pendeta mereka menjadi Tuhan-Tuhan selain Allah dan (juga) al-Masih anak Maryam; padahal tidaklah mereka diperintah, melainkan supaya menyembah kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa tidak ada Tuhan melainkan Dia. Maha Suci Dia dari apa yang mereka persekutukan itu. Mereka hendak memadamkan cahaya Allah dengan mulut mereka. Tetapi Allah tidak mau melainkan hendak menyempurnakan cahaya-Nya jua, walaupun tidak suka orang-orang yang kafir itu.” (at-Taubah: 31-32).

Kalimat ahbar, kita artikan guru-guru, jamak dari habr, sebutan bagi pendeta Yahudi. Ruhban kita ambil arti yang biasa, yaitu pendeta, yaitu sebutan terhadap pimpinan agama Nasrani. Ruhban adalah kata jamak dari rahib. Selain dari panggilan hibr bagi pendeta Yahudi ada juga sebutan rabbi. Sebelum timbul golongan Protestan, kata rahib itu bertali juga dengan tidak kawin.

Di dalam ayat ini dikatakan bahwasanya orang Yahudi dan Nasrani telah menganggap pendeta mereka sebagai Tuhan selain dari Allah.

Sesudah itu ditambahkan pula khusus bagi orang Kristen bahwasanya al-Masih pun mereka anggap juga sebagai Tuhan.

Arbaab seperti kita ketahui adalah jamak dari kalimat rabbun, yang kita artikan Tuhan, dalam sifat-Nya sebagai pengatur, pemelihara, dan pendidik alam ini. Kalimat rabbun yang berarti Tuhan, adalah timbalan dari kalimat ilah.

Di dalam ayat ini diterangkan bahwa pemeluk kedua agama itu telah menganggap atau memandang guru-guru dan pendeta-pendeta mereka sebagai Tuhan.

Untuk mengetahui arti dan tafsir dari keadaan ini, lebih baik kita dengar tafsiran dari Rasulullah saw. sendiri.

Menurut riwayat dari Imam Ahmad, Tirmidzi, dan Ibnu Jarir yang diterima dari beberapa jalan riwayat dari Adi bin Hatim. Ringkasan cerita ialah begini,

Ketika seruan Rasulullah saw. telah sampai, maka Adi bin Hatim itu melarikan dirinya ke Syam. Sebab dia dan ayahnya telah memeluk agama Nasrani dari zaman jahiliyyah. Ayahnya Hatim terkenal namanya dalam sejarah Arab karena dermawannya. Beliau yang dermawan ini tidak sampai bertemu dengan Rasulullah saw. Tetapi Adi hidup di zaman Rasul. Dalam satu serangan Islam, saudaranya yang perempuan dan satu rombongan dari kaumnya telah tertawan. Setelah beberapa lama dalam tawanan, karena perlakuan yang baik, perempuan itu masuk Islam. Lalu dia dibebaskan Rasulullah saw. dan dibiarkan pulang kepada saudaranya Adi bin Hatim itu. Setelah dia menggabungkan diri kepada saudaranya kembali, perempuan ini menerangkan kepadanya betapa kebagusan ajaran Islam dan dianjurkannya supaya Adi datang kepada Rasulullah saw. ke Madinah bersama kaumnya, sedang dia adalah pemimpin mereka di negeri Thaif. Ajakan saudara perempuannya itu diturutinya dan datanglah dia satu rombongan ke Madinah. Penduduk Madinah banyak membicarakan kedatangan orang penting ini. Setelah diberi kesempatan menghadap Rasulullah saw., di dadanya masih terjuntai kalung salib dari perak. Ketika dia masuk itu kebetulan Rasulullah saw. sedang membaca surah Bara’ah dan tepat mengenai ayat yang kita tafsirkan. (Mereka ambil guru-guru mereka dan pendeta-pendeta mereka menjadi Tuhan-Tuhan selain Allah). Lalu beliau berkata, “Tidaklah mereka menyembah mereka.” Artinya, tidaklah ada orang Nasrani menyembah, yaitu mempertuhan pendeta-pendeta sebagai tersebut dalam ayat itu. Maka Rasulullah saw. menjawab, “Bahkan! Karena sesungguhnya pendeta-pendeta itu mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram, lalu mereka ikuti saja. Itulah yang dinamai mereka beribadah (memuja) kepada pendeta-pendeta itu.”

Sejurus sesudah itu, berkatalah Rasulullah saw. kepadanya, “Hai Adi, bagaimana pendapatmu? Apakah ada salahnya untuk diri engkau jika engkau mengucapkan Allahu Akbar? Adakah engkau mengakui ada sesuatu yang lebih besar dari Allah? Apa yang akan menyusahkan engkau? Apakah engkau keberatan mengatakan laa ilaaha illallah? Adakah engkau mengetahui ada Tuhan selain Allah?” Dengan cara demikian, Rasulullah saw. memulai, lalu beliau teruskan mengajaknya agar masuk Islam saja. Rupanya ajakan Rasulullah saw. itu termakan olehnya, karena memang Allah-lah yang besar dalam pendapat pikiran murninya, tidak ada yang lebih besar dari Allah. Dan tidak ada Tuhan melainkan Allah. Dia pun menyatakan diri masuk Islam, dan diucapkannyalah Syahadat Kebenaran. Akhirnya Adi berkata, “Aku lihat wajah beliau berseri-seri.”

Dari riwayat Sayyidina Adi masuk Islam ini, yang tersebut dalam beberapa kitab tafsir, dapatlah kita mengerti bahwa Nasrani menuhankan pendeta yang sampai diibadahi sebagai mengibadahi Allah, memang tidak ada. Tetapi mereka telah menerima apa yang telah diatur dan disusun oleh pendeta-pendeta itu sebagai perintah yang luhur dan kudus, sekali-kali tidak boleh dibantah, sehingga samalah perintah itu dengan perintah Tuhan sendiri. Sesuatu yang mereka katakan haram, meskipun halal Kata Allah, maka yang dikatakan oleh pendeta itulah yang benar. Demikian juga yang haram Kata Allah, kalau pendeta mengatakan halal, menjadi halal-lah dia.

Inilah yang dijelaskan lagi oleh Imam ar-Razi dalam tafsir beliau Mafatihul Ghaib. “Kebanyakan ahli tafsir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Arbab (Tuhan-Tuhan) terhadap pendeta itu bukanlah bahwa mereka berkepercayaan bahwa pendeta yang menjadikan alam ini, tetapi bahwa mereka patuhi segala perintah dan larangan mereka!”

Berkata ar-Rabi’, “Aku bertanya kepada Abul Aliyah, “Bagaimana artinya Bani Israil mempertuhan pendeta itu?” Dia menjawab, “Kadang-kadang mereka bertemu sesuatu dalam Kitab Allah, berbeda daripada yang dikatakan oleh guru-guru dan pendeta-pendeta mereka, maka kata-kata guru-guru dan pendeta-pendeta itulah yang mereka patuhi dan tidak mereka terima hukum Kitab Allah.”

Memang, menurut riwayat Matius di dalam Injilnya, Pasal 18 ayat 18, al-Masih pernah berwasiat demikian bunyinya, “Dengan sesungguhnya aku berkata kepadamu, barang apa yang kamu ikat di atas bumi, itu pun terorak kelak di surga.”

Kita tentu dapat memahamkan bahwa maksud wasiat al-Masih ini ialah mengikat dan mengorak dengan dasar ikat dan orak dalam garis ketentuan Allah, tidak melebihi dan tidak mengurangi. Serupa juga dengan wasiat Rasulullah saw.,

“Ulama-ulama adalah penerima waris daripada nabi-nabi.”

Artinya, tidak melebihi dan tidak mengurangi.

Tetapi apa jadinya kemudian?

Baik agama Yahudi maupun agama Nasrani, keduanya kitab asli dari Allah telah diselimuti atau dilumuti oleh luluk dan debu peraturan yang diperbuat oleh kaum agama, oleh guru dan pendeta.

Kitab Taurat telah hilang dalam bungkusan Kitab Talmud. Peraturan yang diperbuat oleh ahbar-ahbar lebih penting daripada Taurat sendiri.

Dalam agama Kristen pun seperti demikian. Sehingga sebagai telah kita maklumi kepercayaan Trinitas yang jadi pokok asasi dari agama Kristen adalah hasil Konsili (konferensi pendeta-pendeta), bukan dari ajaran al-Masih sendiri, dan dikucilkan atau diusir dari kalangan agama barangsiapa yang menyatakan pendapat berlawanan dengan itu. Walaupun perlawanan itu berdasar kepada kitab suci juga.

Kita pun mengenal Hierarki Gereja Katolik misalnya. Peraturan susunan kependetaan sejak dari yang di bawah, sampai Fater, sampai Uskup, sampai Patrick, sampai Kardinal dan sampai kepada yang di puncak sekali, yaitu Paus yang disebut Santo Bapa (Bapa Suci).

Membantah keputusannya berarti keluar dari agama Katolik.

Satu waktu pun mereka memegang juga kekuasaan duniawi yang sangat kuat dan keras, sehingga dapat menaikkan dan menurunkan raja. Dapat memberikan kasih sayang dan dapat juga menurunkan kutuk. Dapat menghukum barangsiapa yang melanggar keputusannya atau mengeluarkan pendapat baru yang berbeda dengan pendapat yang diputuskan gereja.

Itulah sebabnya, orang-orang seperti Bruno, atau Galilei dihukum.

Bruno dibakar dan Galilei dipenjarakan, karena disuruh mencabut pendapatnya mengatakan bumi bulat.

Karena menurut pendapat gereja masa itu, bumi adalah datar.

Di zaman kekuasaan mutlak seperti kekuasaan Tuhan itu, sangatlah menyeramkan bulu roma dan amat ngeri dalam perasaan kalau berani membantah gereja.

Maka yang berhak menafsirkan Injil dan Taurat hanya mereka, orang lain tidak boleh.

Peraturan yang wajib ditaati hanyalah peraturan mereka, walaupun dipahamkan bahwa peraturan itu sudah sangat jauh dari garis kitab suci. Sebab yang berhak memegang kitab suci hanya mereka.

Dan dengan berpegang pada wasiat Nabi Isa yang tersebut pada Injil karangan Matius tadi, mereka pun merasa berhak memberi ampun dosa. Betapa pun besarnya dosa, namun Sri Paus ada hak memberinya ampun. Dan ampunan itu bisa diperjualbelikan, bisa tawar-menawar. Di sinilah timbul kebiasaan mengakui dosa di hadapan seorang pendeta, dan kesediaan pendeta itu memberi ampun.

Kemudian, sejak pengusiran kaum Muslimin dari Spanyol, Gereja mendirikan Komisi Penyelidik. Yaitu untuk menyelidiki iman orang. Mulanya semata-mata untuk memaksa sisa kaum Muslimin di Spanyol memeluk Kristen, tetapi lama-kelamaan meluas tugasnya, yaitu untuk menyelidiki pikiran orang, adakah dia sesuai dengan kehendak gereja.

Untuk menghukum, disediakanlah berbagai alat, seperti pencungkil mata, pemotong lidah, peregang dan perunyut badan hingga tanggal tangan kaki dari badan, dan berbagai alat yang amat ngeri lagi, yang kemudian atas izin gereja dibawa juga alat-alat itu ke Malaka, dipergunakan Portugis sewaktu memerintah Malaka, seperti yang disebutkan Munsyi Abdullah di dalam hikayatnya yang terkenal. Dan dibongkar juga alat-alat itu oleh Napoleon ketika tentaranya menaklukkan Spanyol.

Itu adalah sikap mereka menganggap guru dan pendeta sebagai Tuhan, di samping orang-orang Nasrani memang menuhankan al-Masih pula. Selain dari itu, didirikan pula berbagai gereja, berbagai tempat berziarah untuk memuja orang-orang yang dianggap suci.

Satu waktu Paus dapat memutuskan bahwa seseorang dianggap sebagai orang suci. Setelah keputusan itu keluar, didirikanlah gereja pemujaan buat orang itu dan bershalatlah di sana.

Sebagai juga diputuskan bahwa Lourdes menjadi tempat keramat dan suci, sebab seorang gadis gembala mengatakan bahwa dia pernah melihat Maryam Ibu Isa menjelmakan diri di tempat itu. Anak perempuan itu sendiri akhirnya diputuskan jadi orang suci pula. Pemujaan dan mempertuhan pendeta ini akhirnya berkembang dan berpindah menjadi penyembahan kepada patung atau berhala.

Maka tampillah ahli-ahli seni seperti Rafael Michiel Angelo atau Leonardo de Vinchi dan lain-lain mempertinggi nilai seni patung.

Dipatungkanlah Nabi Isa, dipatungkanlah Maryam dan dipatungkan sekalian nabi-nabi yang tersebut di dalam kitab-kitab Perjanjian Lama, lalu dipuja.

Penuhlah Gereja Vatikan dengan patung-patung demikian.

Oleh sebab itu, seni Patung pusaka Yunani dan Romawi disambunglah kembali oleh Gereja, dengan bentuk yang lain tetapi dengan maksud yang satu, yaitu pemujaan.

Padahal mereka tidaklah disuruh demikian.

Ayat selanjutnya berkata,

“Padahal tidaklah mereka diperintah, melainkan supaya menyembah kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan melainkan Dia.”

Di dalam kitab-kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, yang ada sekarang ini pun kita masih dapat melihat dengan terangnya bahwasanya perintah utama yang disampaikan oleh rasul-rasul Allah ialah menyembah Allah Yang Maha Esa.

Pokok utama dari Hukum Sepuluh Taurat ialah Tauhid. (Lihat Kitab Keluaran Pasal 20).

Inti ajaran al-Masih pun demikian pula: “Inilah hidup yang kekal, yaitu supaya mereka itu mengenal Engkau, Allah Yang Esa dan Benar, dan Yesus Kristus yang Engkau suruhkan itu.” (Injil Yahya, Pasal 17 ayat 3).

Maka ayat yang sedang kita tafsirkan ini menyatakan bahwa pokok asal ajaran agama mereka ialah itu, yaitu Tauhid: tidak menyembah melainkan kepada Tuhan Yang Satu.

Baik Yahudi maupun Nasrani.

Kalau kedapatan yang lain-lain, baik mempertuhan guru dan pendeta, ataupun mempertuhan al-Masih alaihis-salam, semuanya itu adalah tambahan kemudian yang ditambah-tambahkan oleh para pendeta, atau Konsili Pendeta dan wajib ditaati orang, sekali-kali tidak boleh dibantah, karena takut akan pengucilan gereja.

“Maha Suci Dia dari apa yang mereka persekutukan itu.” (ujung ayat 31).

Tidaklah Allah bersekutu dengan yang lain.

Baik al-Masih maupun pendeta yang mana pun, semuanya adalah makhluk Allah belaka.

Dan peraturan hanya datang dari satu sumber, yaitu sumber Allah.

Peraturan buatan manusia, kalau tidak cocok dengan hukum Allah, bukanlah dia peraturan yang wajib dipatuhi.

Dan manusia tiada berhak menambah-nambah apa yang telah diatur oleh Allah.

Apa yang diperingatkan Allah kepada kita dengan perantaraan Rasulullah saw. di dalam ayat ini?

Kalau kita perhatikan masa turunnya ayat, dapatlah kita ketahui betapa hebat pertentangan Gereja Barat dan Gereja Timur pada waktu itu, pertentangan dengan Roma dengan Iskandariyah. Jauh sebelum Heraklius yang menguasai Suriah telah ada pertentangan-pertentangan hebat karena berebut kuasa dalam gereja, kucil-mengucilkan.

Di antara kaum Yacubiyin dan Malikaniyin dan Nasturiyin, terjadi pertentangan tentang tabiat al-Masih, adakah dia gabungan di antara ketuhanan dan keinsanan, sebagai “Anak Allah” dan “Anak Manusia”.

Heraklius masih ingin hendak mempersatukan tetapi gagal.

Masing-masing mengatakan pihaknya yang benar, dan keputusannyalah yang sah dan pendirian lawan salah.

Tetapi semuanya berdasar pada mempersekutukan Allah dengan seorang Rasul-Nya, yaitu al-Masih.

Padahal persatuan di antara mereka itu pasti dapat timbul kembali, kalau semuanya sudi kembali saja kepada ajaran pokok, yaitu Tauhid.

Masing-masing tidak mau, sebab tiap-tiap pimpinan gereja bertahan pada kekuasaannya, yang kekuasaan mengikat dan mengarak ikatan. Sebab ikatan yang mereka ikatkan di dunia, walaupun ikatan yang salah, menurut keyakinan mereka diakui juga di surga dan apa yang mereka orak di dunia, akan terorak juga di surga.

Kemudian itu, kian lama kian jauh dari zaman Heraklius, maka yang tadinya pecah tiga, telah pecah menjadi berpuluh dan tiba di zaman kita sekarang ini, telah pecah menjadi beratus.

Bahkan Gereja Inggris memisahkan diri dari Gereja Roma, hanya karena Paus tidak mau mengesahkan perkawinan Raja Henri VIII dengan istri-istrinya yang lain, sesudah istri pertama.

Saat penulis tafsir ini melawat ke Amerika pada 1952, penulis perlukan untuk menziarahi beberapa gereja di hari Minggu di Washington, hendak menambah pengetahuan tentang berbagai-bagai cara orang-orang Kristen sembahyang.

Penulis ziarahi Gereja Methodist, Adventist, Angelikant, Katolik, dan pernah juga menyaksikan sembahyang Madzhab Quaker yang tidak pakai pendeta.

Satu hari penulis ajak seorang teman bangsa Indonesia yang memeluk Kristen sembahyang di Gereja Angelikant. Dia tidak mau. Kemudian ternyata bahwa meskipun dia Kristen, gerejanya bukan gereja Angelikant, sebab itu dia tidak mau sembahyang di sana.

Sedang bagi kita orang Islam, ke masjid yang mana saja pun kita masuk, sah-lah shalat kita di sana. Dan bila tiba musim haji, beratus ribu orang naik haji dari berbagai madzhab, shalat berjamaah di belakang imam yang satu. Sebab perselisihan pendapat madzhab-madzhab dan firqah dalam Islam, tidaklah mengenai pokok aqidah, hanyalah dalam soal furu’ (cabang dan ranting) saja.

Ayat ini adalah pengajaran utama dari Tuhan kita, orang Islam terutama.

Supaya apa yang terjadi pada pemeluk Yahudi dan Nasrani itu jangan sampai terjadi pula kepada kita.

Jangan bertemu sebab-sebab yang membawa kedua umat itu, belahan kita sendiri, sama-sama penyambut agama Tauhid, telah menyimpang jauh.

Satu sebabnya yang utama ialah karena pengaruh ketua-ketua agama, baik ahbar orang Yahudi maupun ruhban orang Nasrani.

Jangan sampai sebagai yang diisyaratkan oleh Abul Aliyah kepada muridnya ar-Rabi’ itu bahwa tersesatnya Bani Israil ialah karena mereka meninggalkan hukum Kitab Allah karena memandang sabda ulama lebih dari hukum Allah.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 4 Hal. 130-134, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).